Sebagai
seseorang dengan latar belakang pendidikan pesantren, membuat banyak orang
berpandangan bahwa sastra Arab adalah jurusan yang paling sesuai untuk ditekuni.
Tetapi tidak dengan saya, Sastra Arab adalah hal paling akhir yang melintas di
benak saya. Sebelum akhirnya memilih jurusan sastra Arab, hal yang paling saya
damba-dambakan adalah bergelut di bidang kesehatan. Tidak sedikit orang berasumsi
bahwa kesuksesan hanya dimiliki mereka yang bergelar dokter. Hal itupun mendorong
saya untuk menjadi salah satu dari orang sukses tersebut
Regristrasi
SNBT hanya menghitung hari. Sedangkan jurusan yang akan saya pilih hanya
menjadikan hati saya bimbang dan dipenuhi keragu-raguan. Hati kecil saya selalu
berbisik, akankah saya bisa mendalami bidang tersebut. Sayapun tak tinggal
diam, selain mempersiapkan materi-materi SNBT, saya memberanikan diri untuk
mengkonsultasikan kebimbangan tersebut dengan salah satu mentor bimbel. Sesaat
saya tercerahkan dengan ucapan beliau “belajar menjadi lebih mudah ketika kita
menyukai dan menikmatinya”. Saat itupun saya teringat nahwu dan shorof yang
mana menjadi pelajaran yang saya gemari di pesantren. Hati sayapun dibuat bimbang
dengan pilihan antara pelajaran yang digemari atau kesuksesan yang didamba-dambakan
banyak orang.
Hari
semakin dekat dengan regristrasi SNBT. Dengan banyak hal yang dipertimbangkan
dan dipikirkan untuk kedepannya, akhirnya saya memilih untuk mendalami sesuatu
yang saya gemari. Saya memutuskan untuk memilih sastra Arab dan mengabaikan kesuksesan
yang didambakan banyak orang tersebut. Akan tetapi, saya yakin kesuksesan yang
didambakan banyak orang itu hanyalah asumsi belaka. Kesuksesan bukan hanya
mereka yang bergelar dokter. Tetapi kesuksesan adalah mencintai sesuatu yang
kita lakukan dan berdampak bagi orang lain.
Hari
pengumuman SNBT pun tiba dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun tidak diterima di kampus yang saya
inginkan, diterima di Universitas Sebelas Maret adalah hal yang sudah
seharusnya saya syukuri. Imajinasi sayapun mulai berkelana. Membayangkan kuliah
di kota orang dan jauh dari orangtua. Membayangkan betapa asik dan serunya
dunia perkuliahan dan pengalaman-pengalaman yang akan saya dapatkan nantinya.
Membayangkan berbagai macam asal dan karakter-karakter teman di bangku
perkuliahan.
Masa
perkuliahanpun dimulai. Diawali dengan PKKMB (pengenalan kehidupan kampus bagi
mahasiswa baru) UNS yang memberikan sedikit kesan buruk dan kekecewaan atas
beberapa hal yang dibatalkan secara sepihak. Namun, ada banyak hal lain yang
berhasil menutupi kekecewaan tersebut. Banyak hal baru dan juga teman baru yang saya
temui di masa perkenalan.
Masa-masa
pertama di perkuliahan bukanlah hal buruk bagi saya. Karena saya terbiasa jauh
dari orangtua, menjadikan saya lebih mandiri dan mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru. Selama semester satu, langkah awal yang saya ambil adalah
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyeleksi teman-teman di sekitar. Saya
menganggap bahwa seleksi teman itu penting, apalagi di dunia perkuliahan. Karena
seorang teman itu adalah salah satu pengaruh yang menentukan bagaimana diri
kita kedepannya. Disamping seleksi teman dan penyesuaian diri, saya
memberanikan diri untuk mengikuti kepanitiaan tingkat prodi yaitu OASE. OASE
merupakan sebuah teater yang berada di bawah naungan sastra Arab dan menjadi kepanitiaan
pertama yang saya ikuti. Dangan mengikuti kepanitian tersebut, saya
berkesempatan untuk kembali meng-upgrade skill yang yang lama tak
terasah. Selain itu saya berkesempatan untuk lebih mengenal sastra Arab dengan
adanya relasi dari kakak tingkat.
Saya
juga menikmati mata kuliah yang saya dapatkan di kelas. Beberapa diantaranya
yaitu Nahwu, Sharaf, Muhadtsah, Muthala’ah, dan lainnya. Pada saat itu,
nahwu menjadi mata kuliah favorit, dari faktor kegemaran dan dosen yang membuat
saya terkesan dengan kemahiran yang beliau miliki. Beliau adalah Pak Afnan
Arumi, dosen sastra Arab yang memberikan materi dengan detail dan memiliki cara
ajar yang menyenangkan dan mudah dipahami.
(KBM pengantar penerjemahan)
Semester
satu berjalan dengan lancar meskipun terkadang masalah-masalah kecil menyapa di
tengah perjalanan. Memasuki semester dua dan tiga, saya memilih menyibukkan
diri dengan mengikuti HMP Qis’ar. Selain itu saya juga mengikuti kepanitiaan
tingkat fakultas yaitu Astusera dan kepanitiaan tingkat universitas yaitu manggala
PKKMB UNS. Di samping itu saya diamanahi oleh teman-teman angkatan untuk
menjadi wakil ketua SAKAMARU dan SAPA (salam kenal mahasiswa baru dan sastra
Arab performing art).
(Manggala PKKMB UNS 2024)
(Sakamaru dan SAPA 2024)
(Astusera 2024)
(HMP QIS’AR 2024)
Menjadi
seorang wakil ketua bukanlah hal yang mudah. Selain bertanggung jawab penuh
atas keputusan yang diambil, mengetuai kepanitiaan yang beranggotakan teman
seangkatan menjadi salah satu tantangan tersendiri. Menjaga keseimbangan antara
profesionalitas dengan kedekatan pertemanan harus tertanam pada diri saya saat
itu. Selain itu, mengatur koordinasi dari setiap anggota, memastikan setiap
divisi bekerja dengan baik dan berprogres setiap harinya, serta menghadapi
berbagai kendala selama kepanitiaan berlangsung juga menjadi bagian dari
tantangan yang harus dihadapi. Namun, di balik semua itu tak kalah banyak
pengalaman dan pembelajaran yang dapat saya ambil, mulai dari kepemimpinan, kerja
sama tim, hingga cara menyelesaikan masalah dengan bijak.
Saat
ini saya sedang menjalani semester empat. Dan saat ini juga saya menyadari
bahwasannya sastra Arab bukanlah pilihan yang buruk, meskipun dulunya menjadi
pilihan terakhir. Lingkungan yang mendukung saya untuk terus berkembang membuat
saya nyaman di dalamnya. Teman dan dosen yang suportif, selalu memberikan
bimbingannya sehingga saya termotivasi untuk belajar dan mengasah potensi diri.
Terkadang
terlintas di benak saya, “apakah lulusan sastra Arab hanya akan
berprofesi menjadi seorang guru?”. Tetapi saya berpikir lebih maju. Sastra Arab
tidak hanya itu, banyak lapangan pekerjaan yang nantinya akan menanti, tergantung
dengan seberapa besar tekat kita untuk memantaskan diri.
Saya
yakin bahwa kesuksesan bukanlah dari diri yang bersandar dengan pada gelar.
Akan tetapi kitalah yang seharusnya menjemput gelar tersebut untuk membuktikan
kemampuan dan meraih kesuksesan.